Editorial Media Suara Palu
Operasi Keselamatan Tinombala 2025 resmi digelar di Sulawesi Tengah. Seperti tahun-tahun sebelumnya, operasi ini bertujuan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam berlalu lintas guna menekan angka kecelakaan.
Namun, pertanyaannya, sejauh mana efektivitas operasi ini dalam mengubah perilaku pengendara?
Dalam setiap operasi serupa, pendekatan yang digunakan umumnya bersifat edukatif, persuasif, dan humanis, ditopang dengan penegakan hukum berbasis tilang.
Data menunjukkan bahwa pelanggaran lalu lintas masih marak, dari penggunaan knalpot bising hingga kendaraan yang tidak laik jalan.
Salah satu tantangan utama adalah rendahnya kesadaran masyarakat terhadap aturan lalu lintas. Operasi ini bisa saja menekan angka pelanggaran untuk sementara waktu, tetapi apakah ada strategi jangka panjang untuk membangun budaya tertib berlalu lintas?
Apakah hanya penegakan hukum yang cukup, atau justru perlu perbaikan sistem pendidikan lalu lintas sejak dini?
Selain itu, ada juga kekhawatiran tentang bagaimana operasi ini dijalankan di lapangan. Integritas petugas menjadi sorotan, sebab masih ada laporan mengenai praktik pungutan liar atau tindakan sewenang-wenang.
Kepercayaan publik terhadap operasi ini harus dijaga agar tujuan utama—keselamatan pengguna jalan—benar-benar tercapai.
Lalu, bagaimana dengan infrastruktur jalan? Banyak kecelakaan terjadi bukan hanya karena kesalahan pengendara, tetapi juga akibat jalan yang berlubang, minim rambu, atau penerangan yang buruk.
Jika ingin serius mengurangi angka kecelakaan, operasi ini seharusnya juga mendorong evaluasi terhadap kondisi jalan dan fasilitas pendukungnya.
Operasi Keselamatan Tinombala 2025 adalah langkah penting, tetapi harus diiringi dengan evaluasi dan perbaikan sistem transportasi yang lebih luas.
Jangan sampai operasi ini hanya menjadi rutinitas tahunan tanpa dampak signifikan terhadap keselamatan di jalan raya.
Komentar