Editorial Media Suara Palu
Dalam upaya menekan pengeluaran, pemerintah daerah kerap menggaungkan efisiensi anggaran. Namun, ironi terjadi ketika efisiensi ini lebih banyak menyasar program yang menyentuh rakyat, seperti pemangkasan tenaga kontrak, minimnya pembangunan infrastruktur, dan berkurangnya subsidi sektor vital.
Sementara itu, anggaran perjalanan dinas tetap membengkak, mengundang kecurigaan publik: apakah efisiensi hanya berlaku bagi rakyat kecil?
Perjalanan dinas seharusnya menjadi sarana peningkatan kapasitas dan diplomasi pembangunan, namun sering kali menjadi celah pemborosan. Tidak sedikit perjalanan yang lebih bernuansa wisata ketimbang membawa dampak nyata bagi daerah.
Bahkan, laporan keuangan daerah menunjukkan bahwa pos anggaran perjalanan dinas masih menjadi salah satu pengeluaran terbesar, meski pemerintah mengklaim efisiensi sebagai prioritas.
Jika efisiensi anggaran dijadikan alasan untuk merumahkan pegawai kontrak atau memangkas layanan publik, maka perjalanan dinas yang kerap membebani APBD juga harus dievaluasi secara ketat.
Transparansi anggaran wajib ditegakkan, sehingga masyarakat dapat menilai mana perjalanan yang benar-benar bermanfaat dan mana yang sekadar ajang pemborosan.
Pemangkasan anggaran perjalanan dinas seharusnya menjadi langkah pertama dalam upaya efisiensi. Dana yang dihemat bisa dialihkan ke sektor yang lebih mendesak seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.
Di era digital, banyak urusan pemerintahan bisa diselesaikan melalui konferensi daring tanpa harus menghamburkan uang rakyat.
Pemerintah harus berani mengambil langkah konkret untuk menyelaraskan efisiensi anggaran dengan kepentingan publik. Jangan biarkan rakyat dikorbankan sementara pejabat terus menikmati fasilitas atas nama tugas negara.
Apalagi jika perjalanan dinas mengikutsertakan keluarga yang notabene sifatmya pribadi.
Reformasi kebijakan perjalanan dinas bukan lagi sekadar wacana, melainkan keharusan agar keadilan anggaran benar-benar dirasakan oleh seluruh masyarakat.
Komentar