Rosnani Bertahan Hidup di Tengah Keterbatasan di TPA Kawatuna

Media Suara Palu, Palu- Sore itu, sekira pukul 17 lewat beberapa menit, seorang ibu 45 tahun, mengenakan kupluk pink, Rosnani, bgitu namanya, berkumpul Bersama 87 Kepala keluarga di sisi utara hunian mereka. Ia, dijadikan koordinator rekannya.

Diantara puluhan pemulung mereka antri mendapatkan bagian takjil yang dibagikan oleh jurnalis Palu. Jumat 21/3/25.

Kisah Rosnani dihunian sementaranya di sekitar Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Kawatuna, ia bersiap beraktivitas mengais “sampah” dan akan tukar rupiah dari pengepul. dirinya mendapat rezeki dari sampah, meski jauh dari kata cukup.

Dari keenam anaknya, lima harus ikut membantu dirinya karena hanya satu yang masih bisa sekolah.

Hidup Bersama 87 Kepala Keluarga lainnya, Rosnani tinggal di kawasan yang nyaris terlupakan.

Jamban Bersama (baca-padang ilalang), tempat tidur seadanya, dan sanitasi yang jauh dari layak menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari.

“Jika hendak buang air besar, kami hanya cari tempat sembarang” katanya.

Hunian yang mereka tempati bukanlah rumah, melainkan tempat berteduh sementara—yang sudah terlalu lama disebut “sementara”.

Sepanjang tahun 2025 ini, belum satu pun kunjungan dari tenaga kesehatan datang ke tempat mereka. Padahal, lingkungan di sekitar TPA penuh risiko penyakit, dan mayoritas dari mereka harus tetap beraktivitas di area itu demi sesuap nasi.

“Kami juga ingin hidup sehat, anak-anak bisa sekolah, dan tidak merasa seperti warga yang dibuang,” kata Rosnani lirih.

Seorang pemulung melintas di TPA Kawatuna, mengenakan masker menghindari bau akibat tumpukan sampah. Foto. Ucien

Dirinya mengakui bisa mendapat uang dari hasil mengumpulkan “sampah” yang jadi sumber rezekinya.

Kisah Rosnani bukan sekadar potret kemiskinan. Ia adalah cermin keteguhan seorang ibu yang bertahan demi keluarga, dalam kondisi yang tidak manusiawi.

Ironisnya, hanya beberapa kilometer dari pusat kota Palu, masih ada warga yang hidup tanpa akses dasar seperti air bersih dan fasilitas kesehatan.

Dari balutan jaket yang dikenakannya, tergambar “kehangatan” yang ia inginkan soal layaknya mereka di Kawasan TPA Kawatuna

Komentar