Editorial Media Suara Palu
Media Tempo baru-baru ini mendapat kiriman paket teror berupa kepala babi dan bangkai tikus yang dipenggal. Aksi tersebut jelas merupakan bentuk intimidasi terhadap kerja jurnalistik.
Bagi kami, dan seharusnya juga bagi publik yang percaya pada demokrasi, ini bukan sekadar ancaman terhadap satu media—ini ancaman terhadap hak publik untuk tahu.
Jurnalis bekerja bukan atas dasar kepentingan pribadi, tetapi berdasarkan hak publik untuk memperoleh informasi yang benar, sebagaimana dijamin dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. Pasal 4 ayat (3).
Tegas tertulis: “Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi”.
Maka setiap bentuk ancaman, teror, bahkan kekerasan terhadap jurnalis adalah bentuk pelanggaran terhadap konstitusi itu sendiri.
Apa yang dilakukan Tempo, dan media-media lainnya yang berani mengangkat kebenaran, adalah bagian dari kontrol sosial yang sah dan dilindungi hukum.
Dalam Pasal 8 UU Pers, dikatakan bahwa: “Dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum.” Maka jelas, siapa pun yang mencoba menghalangi kerja jurnalistik adalah mereka yang berhadapan langsung dengan hukum.
Tugas jurnalis bukan pekerjaan yang ringan. Kami menulis, menggali, menyuarakan, dan mengingatkan—bahkan ketika keselamatan pribadi menjadi taruhannya.
Tapi intimidasi tidak boleh menjadi senjata untuk membungkam suara. Justru teror seperti ini harus menjadi panggilan untuk kita semua: bahwa demokrasi harus dijaga, dan salah satu bentengnya adalah kemerdekaan pers.
Media Suara Palu menyampaikan solidaritas penuh kepada Tempo.
Kepada para pelaku teror: jika kalian tidak setuju dengan berita, gunakan hak jawab.
Negara ini bukan milik preman. Kita bekerja bukan untuk disukai, tapi untuk menyuarakan kebenaran.
Menulis dengan berimbang.
Komentar