Dari Palu, Semangat Guru Tua yang Mendunia

Editorial220 Dilihat

Editorial Media Suara Palu

Palu, tadi pagi, Langit sangat bersahabat, seperti tahu bahwa kota ini sedang bersiap menyambut rindu yang saban tahun tak pernah benar-benar hilang.

Di halaman utama Alkhairaat, Orang-orang datang dari segala penjuru: tua, muda, santri, pejabat, pedagang, dan peziarah yang membawa cinta dalam diam.

Mereka semua berjalan dalam satu irama: irama yang dipandu oleh nama yang mereka junjung tinggi—Habib Idrus Bin Salim Al-Jufri lebih dikenal dengan panggilan Guru Tua. Lelaki yang tak lagi hadir secara jasad, tapi ruh perjuangannya terasa lebih hidup dari sekadar bangunan dan plakat kenangan.

Di tengah kerumunan itu, seorang anak kecil berdiri menggenggam tangan ibunya. Ia belum mengenal sejarah, belum hafal silsilah atau biografi.

Tapi di matanya ada harapan. Mungkin suatu hari, ia akan mengerti dan tahu, bahwa Guru Tua bukan hanya seorang ulama, melainkan suluh dalam malam yang panjang.

Haul bukan hanya peringatan, tapi pernyataan: bahwa warisan tidak selamanya harus berwujud bangunan atau harta, tapi bisa hidup dalam semangat yang menular.

Haul ini bukan hanya milik keluarga besar Alkhairaat. Ia adalah milik semua.

Hari semakin siang. Doa-doa naik ke langit. Semangat yang dibawa oleh para peziarah tidak berhenti di makam. Ia pulang bersama mereka, menempel di hati, menunggu untuk diwujudkan dalam tindakan.

Karena sejatinya, Guru Tua menjadi keteladanan. Nilai teladannya hidup dalam anak-anak kita, dalam ruang-ruang kelas, dalam doa para ibu, dan dalam senyum para santri—ia tetap hidup.

Haul Guru Tua, Hidup dalam denyut Palu, dalam nafas Nusantara, dalam zikir Dunia.

Komentar