Ada Rilis Kami Diundang, Ada Kritik Kami Ditendang

Jeritan Jurnalis Sulawesi Tengah di Hari Kebebasan Pers

Ragam, SULTENG219 Dilihat

Media Suara Palu, Palu– Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Pewarta Foto Indonesia (PFI), Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) menggelar unjuk rasa di depan gedung DPRD Provinsi Sulawesi Tengah, Jumat (2/5/2025).

Dengan wajah serius dan spanduk yang menyuarakan keresahan, para jurnalis berdiri dan menyuarakan kekhawatiran atas maraknya intimidasi, kekerasan verbal, dan pembungkaman kritik terhadap pers.

Salah satu poster yang mereka bawa bertuliskan, “Ada Rilis Kami Diundang, Ada Kritik Kami Ditendang,” menjadi simbol utama aksi tersebut—sebuah sindiran tajam terhadap pejabat dan institusi yang hanya menerima jurnalis saat pemberitaan menguntungkan.

Aksi ini juga menyoroti berbagai kasus pembatasan akses informasi dan tekanan terhadap media yang kritis.

Beberapa jurnalis bahkan menyampaikan bahwa permintaan cuti untuk meliput seringkali dijawab dengan sindiran atau ancaman halus dari atasan atau narasumber yang memiliki kuasa.

“Kami berdiri di sini bukan untuk meminta hak istimewa, tetapi menuntut agar hak dasar kami sebagai jurnalis dihormati,” kata salah satu peserta aksi dari AJI Palu.

Ia menegaskan bahwa tugas jurnalis adalah menyampaikan informasi secara utuh, bukan hanya yang disukai oleh penguasa atau elite politik.

Unjuk rasa ini juga menjadi momentum refleksi bagi media di daerah, di tengah tekanan ekonomi dan politik yang kerap memengaruhi independensi redaksi.

Mendorong adanya komitmen dari pemerintah daerah untuk menjamin kebebasan pers tanpa diskriminasi terhadap media yang mengkritik.

Ketua PFI Palu, Rifki, menambahkan bahwa banyak pewarta foto di lapangan sering mengalami pelarangan mengambil gambar dalam kegiatan publik yang seharusnya terbuka.

“Kami bukan musuh, kami adalah mata masyarakat,” ujarnya.

Menariknya, meski penuh kecaman dan kritik, aksi ini berlangsung tertib. Para jurnalis berdiri berdampingan, bukan hanya membawa poster, tapi juga membawa semangat kebebasan dan integritas yang menjadi pondasi kerja jurnalistik.

Aksi ini bukan yang pertama dan mungkin bukan yang terakhir. Tapi satu hal yang pasti: selama kebebasan pers belum sepenuhnya dijamin, para jurnalis akan terus bersuara. Sebab bagi mereka, diam adalah bentuk pengkhianatan terhadap profesi dan publik yang mereka layani.

Komentar