BTIIG Serobot Air Karaupa, Petani Teriak

Media Suara Palu, Palu-PT. Baoshuo Taman Industry Investment Group (BTIIG), perusahaan asal Tiongkok yang beroperasi di sektor smelter nikel, kembali menuai sorotan.

Kali ini, BTIIG membangun intake dan jaringan pipa transmisi untuk menyedot air baku dari Sungai Karaupa guna memenuhi kebutuhan kawasan industrinya di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah.

Langkah sepihak tersebut langsung mendapat penolakan keras dari anggota DPRD Sulawesi Tengah, Muhammad Safri. Legislator dari Dapil Morowali dan Morowali Utara itu mengecam keras aktivitas BTIIG, yang menurutnya mengancam ribuan hektar sawah di Kecamatan Wita Ponda dan Bumi Raya.

“Ulah mereka membangun intake dan jaringan pipa tidak boleh dibiarkan. Sungai Karaupa adalah urat nadi irigasi petani di dua kecamatan itu. Jika airnya diambil untuk industri, sama saja memutus sumber kehidupan ribuan petani,” tegas Safri, Jumat (2/5/2025).

Safri memperingatkan bahwa pengambilan air dari Sungai Karaupa oleh korporasi tanpa izin dan kajian lingkungan berpotensi menciptakan konflik baru di tengah masyarakat.

Ia menyebut tindakan BTIIG bukan sekadar pelanggaran administratif, tapi bentuk nyata pengabaian terhadap kesejahteraan petani lokal.

“Ini bukan sekadar pelanggaran aturan, tapi bentuk pembunuhan perlahan terhadap petani kita. Air irigasi adalah napas pertanian. Kalau napas itu diambil, hasil panen akan terganggu, dan kehidupan petani makin sulit,” ujarnya.

Sebagai Sekretaris Komisi III DPRD Sulteng, Safri mendesak Gubernur Sulawesi Tengah untuk segera turun tangan dan menghentikan aktivitas ilegal BTIIG yang memanfaatkan air permukaan tanpa izin.

Dirinya mengingatkan bahwa pengelolaan air harus berdasarkan prinsip keberlanjutan dan berpihak pada rakyat, bukan industri besar semata.

“Gubernur harus bertindak. Kewenangan pemanfaatan air permukaan ada padanya. Kalau ini dibiarkan, maka kita membiarkan korporasi besar semena-mena atas nama Proyek Strategis Nasional,” tambahnya.

Safri juga mengkritisi kebijakan PSN (Proyek Strategis Nasional) yang menurutnya justru melahirkan konflik, kesewenang-wenangan, dan mempersempit ruang kendali kepala daerah terhadap wilayahnya sendiri.

“Aturan-aturan ini terlalu memanjakan investor. Kepala daerah bahkan presiden pun seakan tak bisa berbuat banyak. PSN berubah jadi tameng yang membungkam suara rakyat,” pungkas politisi PKB itu.

Saat ini, keresahan warga dan petani pun terus bergema. Mereka menuntut keadilan atas sumber daya alam yang seharusnya menjadi hak bersama, bukan dikapitalisasi untuk kepentingan segelintir perusahaan.

Komentar