Dari Pisang hingga Cangkore Sole: Cerita Perjuangan Seorang Ayah di Pinggir Jalan

Media Suara Palu, Palu- Di bawah langit rintik hujan di Kota Palu, Minggu Sore 1/6 sekira pukul  16.15 WITA, tepat di depan kantor BPJS Ketenagakerjaan Jalan Towua, berdirilah sebuah gerobak sederhana yang dipenuhi pisang matang dan kantong plastik berisi kacang goreng.

Di balik gerobak itu, seorang pria berkemeja coklat bergaris menyambut pembeli dengan senyum hangat. Namanya Sofyan, 43 tahun, warga Kanuna, Sigi, Sulawesi Tengah, berbatasan dengan Kelurahan Donggala Kodi, Palu. Sudah tiga tahun ia menggantungkan harapan hidup dari gerobak itu.

Setiap hari, sejak pukul delapan pagi, Sofyan mulai mendorong gerobaknya ke tempat mangkal. Tak peduli hujan atau panas, ia tetap datang dengan satu harapan sederhana: dagangannya laku hari ini.

“Kalau tidak habis, ya saya dorong pulang lagi. Siapa tahu di jalan ada yang beli,” ujarnya sambil membenarkan tumpukan pisang nona yang disusunnya dengan rapi.

Pisang yang ia jual diborong dari pasar Inpres dengan modal sekitar Rp300 ribu, cukup untuk dua lokasi jualan—dirinya di Jalan Towua dan istrinya, Nirwani, yang juga berdagang pisang dan kacang di Jalan I Gusti Ngurah Rai, dekat jembatan.

Mereka berbagi tugas dan saling menopang, menjadi tim yang tangguh dalam menghadapi kerasnya hidup.

Sofyan tidak hanya menjual pisang. Ia juga membawa kacang goreng yang dalam bahasa Kaili disebut cangkore sole. Untuk urusan menggoreng, ia mempercayakan kepada pekerja lain. “Kita bantu juga orang lain untuk kerja,” katanya, menunjukkan semangat gotong royong yang ia pegang.

Pasangan ini membesarkan dua anak. Anak sulungnya, seorang laki-laki, kini telah berkeluarga. Sementara anak bungsunya, seorang perempuan, akan segera tamat dari MAN 1 Jalan Jamur tahun ini.

“Alhamdulillah, semua ada jalannya. Rezeki tidak kemana,” ujar Sofyan, menatap langit yang mulai cerah.

Pendapatannya memang tak menentu. Kadang hanya Rp50 ribu, kadang bisa mencapai Rp100 ribu per hari. Namun, ketegaran dan konsistensi Sofyan menjadikan kehidupannya tak ternilai.

Ia tetap berdiri di tengah tantangan, di saat banyak orang kini lebih memilih “mager” atau bermalas-malasan.

Kisah Sofyan adalah potret nyata tentang semangat, kerja keras, dan ketulusan. Ia bukan sekadar penjual pisang dan kacang—ia adalah guru kehidupan bagi siapa saja yang mau belajar tentang keikhlasan dan perjuangan.

Komentar