Media Suara Palu, Palu- Marsinah adalah seorang buruh perempuan yang menjadi simbol perjuangan hak-hak buruh dan perempuan di Indonesia. Ia diculik dan dibunuh secara keji pada 8 Mei 1993 setelah aktif memperjuangkan hak buruh di tempat kerjanya.
Sudah 32 tahun hingga hari ini, keadilan bagi Marsinah belum ditegakkan. Kasusnya masih menjadi luka sejarah yang terus menuntut penyelesaian.
Hari ini juga kita menghadapi ancaman yang sama dengan UU TNI yang sudah mengembalikan dwi fungsi ABRI. Ini sama artinya Marsinah dan korban pelanggaran HAM berat masa lalu dibunuh untuk kedua kalinya.
Dalam rangka memperingati hari kematian Marsinah, Orgamisasi Perempuan Mahardhika Palu mengadakan sebuah panggung ekspresi yang bertujuan untuk menggali kembali sejarah perjuangan Marsinah, menghidupkan semangat perlawanan, dan usut tuntas pembunuhan Marsinah.
Di Sekretariat Jatam Sulteng, pada Jumat, (9/5). Partisipan berasal dari kalangan mahasiswa, aktivis, organisasi, LSM, serikat buruh, dan masyarakat umum yang secara sukarela mengenang kematian Marsinah melalui orasi dan panggung ekspresi, seperti penampilan musik, puisi, story telling, dan tampilan video sejarah kematian Marsinah.
Beberapa peserta menceritakan mengenai keberdaan nikel di wilayahnya, tak hanya dari Sulteng, ada juga mahasiswa yang berasal dari Sulsel, dan Sultra. Richard, Ketua Fraksi Bersih-Bersih Sulteng, menceritakan tentang perjuangan Marsinah.
“Marsinah tidak mati, ia hidup dalam setiap jejak langkah perlawanan kita untuk membela hak-hak yang tertindas, dan untuk buruh perempuan, tubuh-tubuh mereka dihisap oleh mesin-mesin kekuasaan. Tetapi kini mereka telah menuntut keadilan di jalan yang benar.” Ujar Richard.
Komentar